JAKARTA - Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mendukung kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang melarang pelajar menggunakan sepeda motor ke sekolah jika belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM). Namun, penerapan aturan ini masih terganjal oleh minimnya fasilitas transportasi umum yang memadai di sejumlah wilayah Depok.
Larangan tersebut diberlakukan melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat Nomor 43/PK.03.04/KESRA, yang secara resmi mulai efektif pada Jumat, 2 Mei 2025. SE ini ditujukan kepada seluruh satuan pendidikan di Jawa Barat, termasuk siswa-siswi di tingkat sekolah menengah, sebagai upaya untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas sekaligus mendorong penggunaan angkutan umum.
"Kami sependapat mungkin dengan Kang Dedi, semaksimal mungkin, (siswa diimbau) menggunakan kendaraan umum,” ujar Wali Kota Depok Supian Suri kepada wartawan saat ditemui di Harjamukti, Selasa 6 Mei 2025.
Kebijakan Didorong Demi Keselamatan dan Tertib Lalu Lintas
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengeluarkan surat edaran tersebut sebagai bagian dari komitmen untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan pelajar di bawah umur. Berdasarkan data dari Kepolisian Daerah Jawa Barat, cukup banyak kasus kecelakaan yang melibatkan siswa yang belum memiliki SIM, sebagian besar di antaranya terjadi saat berangkat atau pulang sekolah.
Oleh karena itu, larangan ini bersifat tegas. Pelajar yang belum memiliki SIM tidak diperkenankan lagi membawa sepeda motor, baik ke sekolah maupun untuk aktivitas lainnya di jalan raya. Pihak sekolah diminta aktif memantau dan menegakkan aturan ini di lingkungan masing-masing.
"Ini adalah upaya kita bersama menyelamatkan generasi muda dari risiko kecelakaan. Edukasi dan pengawasan harus berjalan beriringan," kata Gubernur Dedi dalam konferensi pers di Gedung Sate, Bandung.
Dukungan Pemkot Depok Disertai Evaluasi Ketersediaan Transportasi
Wali Kota Depok Supian Suri menyatakan bahwa pihaknya mendukung sepenuhnya kebijakan Gubernur Jawa Barat tersebut, namun juga menekankan bahwa tantangan utama di Kota Depok adalah belum meratanya akses transportasi publik.
“Kami memang mengimbau anak-anak agar menggunakan kendaraan umum. Tapi kami juga realistis, bahwa belum semua kawasan di Depok memiliki layanan transportasi publik yang layak dan mudah dijangkau,” kata Supian.
Saat ini, hanya sebagian wilayah Depok yang dilayani oleh angkutan umum seperti angkot, bus feeder, dan kereta rel listrik (KRL). Beberapa kawasan permukiman di pinggiran kota masih kekurangan akses ke moda transportasi massal yang aman dan terjangkau.
Selain itu, Supian juga menekankan pentingnya peran orang tua untuk lebih terlibat dalam pengawasan dan pengaturan moda transportasi anak-anaknya, terutama untuk pelajar sekolah dasar dan menengah pertama.
Tantangan di Lapangan: Akses, Keamanan, dan Efisiensi
Sejumlah orang tua siswa di Depok menyampaikan dukungan terhadap tujuan kebijakan ini, namun menyuarakan keluhan soal keterbatasan moda transportasi yang ada. Banyak dari mereka mengatakan bahwa mereka terpaksa membiarkan anaknya membawa sepeda motor sendiri ke sekolah karena tidak ada pilihan lain yang praktis dan aman.
“Kami tinggal di daerah yang cukup jauh dari jalan utama. Angkot lewatnya jarang, dan kalau nunggu bisa setengah jam lebih. Kalau anak tidak bawa motor, bisa telat terus ke sekolah,” kata Nuraini, orang tua siswa SMK di Kecamatan Bojongsari.
Beberapa pelajar juga mengungkapkan kendala serupa. Salah satu siswa SMA di kawasan Cimanggis mengatakan bahwa transportasi umum yang tersedia di daerahnya tidak efisien dari segi waktu dan rute.
“Kalau naik angkot harus dua kali ganti, dan total perjalanan bisa sampai 1,5 jam. Kalau naik motor sendiri paling cuma 20 menit,” ujar Raka, siswa kelas 11 SMA.
Pemerintah Diminta Percepat Pembenahan Transportasi Pelajar
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Jabodetabek, Irwan Sutanto, mengatakan bahwa pelarangan sepeda motor untuk pelajar di bawah umur adalah kebijakan yang tepat dan sejalan dengan keselamatan berkendara. Namun, kebijakan ini tidak akan efektif jika tidak disertai dengan pembenahan infrastruktur transportasi publik secara menyeluruh.
“Kebijakan pelarangan ini baik dari sisi keselamatan, tetapi harus ada alternatif yang disediakan. Pemda harus hadir menyediakan transportasi sekolah, misalnya dengan bus sekolah gratis atau subsidi angkot untuk pelajar,” jelas Irwan.
Ia juga menyarankan agar pemerintah daerah bekerja sama dengan operator transportasi untuk menciptakan jalur-jalur aman bagi pelajar, termasuk perbaikan trotoar, jalur sepeda, serta pengawasan di titik-titik rawan.
Langkah Strategis ke Depan: Kolaborasi dan Inovasi
Menanggapi tantangan tersebut, Pemkot Depok menyatakan akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Dinas Perhubungan Kota Depok serta sekolah-sekolah untuk mencari solusi jangka pendek dan panjang.
“Kami sedang kaji kemungkinan untuk menambah bus sekolah atau mengintegrasikan layanan angkutan umum yang bisa dijangkau oleh pelajar. Ini harus kolaboratif antara pemda, sekolah, dan juga masyarakat,” ujar Supian.
Langkah-langkah seperti digitalisasi rute dan jadwal angkot, kerja sama dengan Transjabodetabek, serta edukasi transportasi ramah anak juga akan masuk dalam rencana jangka menengah Pemkot.
Penegakan Aturan di Sekolah dan Dukungan Edukasi
Selain infrastruktur, pelaksanaan kebijakan ini juga sangat bergantung pada peran sekolah dalam menegakkan aturan dan memberi edukasi kepada siswanya. Sejumlah sekolah di Depok sudah mulai melakukan pendataan kendaraan siswa, serta membentuk tim pengawasan siswa bersepeda motor.
“Kami sudah mulai mendata siswa yang membawa motor, dan kami sosialisasikan kepada orang tua bahwa siswa tanpa SIM tidak boleh lagi membawa kendaraan,” ujar kepala sekolah salah satu SMA negeri di Pancoran Mas.
Edukasi mengenai keselamatan lalu lintas juga akan diperkuat melalui kegiatan di sekolah, termasuk kerja sama dengan pihak kepolisian untuk memberikan pelatihan dan simulasi kepada siswa.
:
Kebijakan larangan pelajar membawa motor ke sekolah tanpa SIM di Depok merupakan langkah strategis untuk meningkatkan keselamatan jalan raya di kalangan usia muda. Namun, keberhasilan implementasi kebijakan ini sangat ditentukan oleh kesiapan transportasi publik yang memadai dan dukungan dari seluruh pihak, mulai dari pemerintah daerah, sekolah, hingga orang tua siswa. Percepatan pembenahan infrastruktur transportasi serta penyediaan opsi transportasi pelajar yang aman dan terjangkau menjadi syarat mutlak agar kebijakan ini bisa berdampak positif secara menyeluruh.