Batu Bara

Harga Batu Bara Merosot Didorong Sentimen Negatif Global, Pasar Berjibaku Hadapi Tekanan

Harga Batu Bara Merosot Didorong Sentimen Negatif Global, Pasar Berjibaku Hadapi Tekanan

JAKARTA - Harga batu bara global kembali mengalami tekanan signifikan pada Kamis 8 Mei 2025, di tengah maraknya sentimen negatif yang membebani pasar energi global. Penurunan harga ini dipicu oleh sejumlah faktor utama, termasuk kenaikan Harga Batu Bara Acuan (HBA) Indonesia dan menurunnya volume ekspor batu bara dari Australia.

Berdasarkan data perdagangan terbaru, harga batu bara Newcastle untuk kontrak bulan Mei 2025 tercatat turun sebesar US$ 0,25 menjadi US$ 98,5 per ton. Kontrak bulan Juni juga mencatat penurunan lebih tajam sebesar US$ 1,25 menjadi US$ 104 per ton. Sementara itu, kontrak Juli 2025 melemah US$ 1,3 menjadi US$ 106,7 per ton.

Penurunan harga ini menunjukkan adanya kekhawatiran pelaku pasar terhadap prospek permintaan energi ke depan. Analis energi dari PT Energi Nusantara, Deni Setiawan, menyebutkan bahwa tren penurunan ini tidak lepas dari kombinasi berbagai tekanan global yang saat ini menghantam sektor komoditas energi.

"Harga batu bara saat ini sedang dalam tren bearish akibat kombinasi beberapa sentimen negatif. Kenaikan HBA Indonesia membuat batu bara domestik kurang kompetitif, sementara turunnya ekspor Australia menandakan adanya pelemahan permintaan di pasar utama seperti India dan China," ujar Deni.

HBA Indonesia untuk bulan Mei 2025 sendiri tercatat mengalami kenaikan dibanding bulan sebelumnya, yang pada akhirnya membuat harga batu bara dari Indonesia menjadi lebih mahal di pasar internasional. Kondisi ini mengurangi daya saing batu bara Indonesia, terutama di pasar ekspor yang saat ini sedang sangat sensitif terhadap perubahan harga.

Di sisi lain, penurunan ekspor batu bara dari Australia, yang merupakan salah satu eksportir terbesar dunia, juga memicu kekhawatiran terhadap permintaan global. Data dari Australian Bureau of Statistics menunjukkan penurunan signifikan dalam volume ekspor selama kuartal pertama 2025.

"Menurunnya ekspor dari Australia biasanya menjadi sinyal awal bahwa permintaan dari negara-negara pengimpor utama sedang melemah. Ini membuat para pelaku pasar mengambil posisi lebih hati-hati dan menekan harga di pasar berjangka," tambah Deni.

Situasi ini juga dipengaruhi oleh faktor eksternal lainnya, seperti ketidakpastian ekonomi global dan fluktuasi nilai tukar mata uang. Kuatnya nilai dolar AS dalam beberapa pekan terakhir membuat harga komoditas, termasuk batu bara, menjadi lebih mahal bagi pembeli non-AS. Hal ini turut menekan permintaan dan berdampak langsung pada pergerakan harga.

Selain itu, pergeseran kebijakan energi di berbagai negara, termasuk komitmen terhadap transisi energi bersih, turut mengurangi sentimen positif terhadap komoditas berbasis fosil seperti batu bara. Sejumlah negara Eropa dan Asia mulai mengurangi konsumsi batu bara sebagai bagian dari strategi dekarbonisasi.

"Tren global menuju energi hijau mulai menunjukkan dampaknya secara nyata pada harga komoditas batu bara. Investor dan trader kini mulai memperhitungkan risiko jangka panjang dari investasi di sektor energi fosil," terang Deni Setiawan.

Namun demikian, sejumlah analis memperkirakan harga batu bara masih memiliki potensi untuk pulih dalam jangka menengah, tergantung pada perkembangan permintaan dari China dan India sebagai dua pasar utama dunia. Permintaan industri dan kondisi cuaca juga disebut sebagai faktor kunci yang bisa mempengaruhi fluktuasi harga dalam waktu dekat.

"Jika permintaan dari sektor industri di China mulai kembali meningkat, maka kita bisa melihat harga kembali ke atas level US$ 110 per ton dalam beberapa bulan ke depan," kata Deni.

Saat ini, para pelaku industri di Indonesia diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap strategi produksi dan ekspor mereka, terutama dalam menyikapi dinamika harga global yang berubah dengan cepat. Fleksibilitas dan efisiensi biaya produksi menjadi kunci dalam menjaga daya saing di tengah ketidakpastian pasar.

Sebagai langkah antisipatif, pemerintah dan pelaku usaha diharapkan terus memantau kondisi pasar global serta memperkuat koordinasi agar industri batu bara nasional tetap kompetitif di tengah tantangan global.

Dengan berbagai tekanan eksternal yang ada, harga batu bara diprediksi masih akan fluktuatif dalam beberapa minggu ke depan, menanti kepastian arah kebijakan ekonomi global serta respons pasar terhadap tren transisi energi yang kini semakin kuat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index