JAKARTA - Penyaluran kredit perbankan di wilayah Solo Raya mengalami penurunan signifikan pada awal tahun 2025. Berdasarkan data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Solo, total penyaluran pembiayaan yang tercatat pada Januari 2025 mencapai Rp 103,585 triliun, menurun sebesar 2,64 persen atau sekitar Rp 2,8 triliun dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan ini tentunya menjadi perhatian, terutama mengingat tingginya angka kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) yang turut membayangi sektor perbankan di kawasan ini.
Menurut catatan yang diterima, penurunan signifikan ini seiring dengan kondisi perekonomian yang penuh tantangan dan meningkatnya risiko kredit. Sektor-sektor ekonomi yang biasanya menjadi tulang punggung pembiayaan perbankan, seperti sektor perdagangan dan industri pengolahan, juga tidak terlepas dari dampak penurunan tersebut.
Penurunan Pembiayaan dan Dampak NPL
Pada periode yang sama tahun lalu, penyaluran kredit di Solo Raya masih mencatatkan angka yang lebih tinggi, yakni mencapai Rp 106,385 triliun. Namun, pada Januari 2025, angka ini tergerus sebesar 2,64 persen. Penurunan tersebut menjadi sorotan utama bagi pelaku industri perbankan dan sektor usaha di Solo Raya, yang menjadi salah satu pendorong utama perekonomian daerah tersebut.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Kepala OJK Solo, penurunan kredit tersebut disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah dampak dari kenaikan suku bunga yang diberlakukan oleh Bank Indonesia, yang mempengaruhi kemampuan masyarakat dan sektor usaha untuk mengakses pembiayaan. Tidak hanya itu, meningkatnya inflasi yang berimbas pada daya beli masyarakat juga turut memengaruhi permintaan kredit, baik di sektor konsumsi maupun investasi.
“Kami melihat adanya pengaruh dari beberapa faktor eksternal dan internal yang memengaruhi penurunan pembiayaan ini. Salah satu penyebab utamanya adalah dampak dari suku bunga yang meningkat, serta kondisi daya beli yang menurun, sehingga masyarakat dan pelaku usaha lebih berhati-hati dalam mengajukan kredit,” jelas Kepala OJK Solo, Dr. Agung Setiawan, dalam keterangannya.
Selain itu, angka kredit bermasalah (NPL) yang tinggi juga menjadi isu serius yang turut memengaruhi penyaluran kredit perbankan. Saat ini, NPL di Solo Raya tercatat mencapai angka 9,179 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata NPL nasional yang berada di bawah angka 5 persen. NPL yang tinggi ini menunjukkan adanya peningkatan risiko kredit yang harus dihadapi oleh lembaga-lembaga perbankan.
Sektor Ekonomi Dominasi Penyaluran Kredit
Meskipun secara keseluruhan penyaluran kredit mengalami penurunan, sektor-sektor ekonomi tertentu masih mendominasi pembiayaan. Berdasarkan data yang ada, sektor perdagangan besar dan eceran masih menjadi yang terbesar, dengan penyaluran kredit mencapai Rp 27,05 triliun. Sektor ini juga didorong oleh konsumsi rumah tangga yang meskipun menurun, namun tetap menunjukkan angka yang signifikan.
Selain itu, sektor industri pengolahan juga menjadi kontributor besar dengan penyaluran kredit mencapai Rp 25,27 triliun. Meskipun sektor ini menghadapi tantangan akibat lonjakan biaya bahan baku dan energi, namun beberapa industri pengolahan, terutama yang bergerak di sektor manufaktur, masih dapat bertahan dan melanjutkan operasional mereka dengan dukungan pembiayaan dari perbankan.
Namun, sektor-sektor lain seperti sektor properti dan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengalami penurunan tajam dalam hal penyaluran kredit. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya risiko dan ketidakpastian yang melanda sektor-sektor tersebut, yang membuat bank lebih selektif dalam memberikan pembiayaan.
Reaksi Perbankan dan Strategi Pengelolaan Risiko
Tingginya NPL dan penurunan penyaluran kredit di Solo Raya tentu menjadi tantangan besar bagi sektor perbankan. Bank-bank di wilayah ini kini harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit, mengingat risiko yang semakin meningkat. Bank juga diwajibkan untuk mengelola risiko dengan lebih cermat, sehingga mereka dapat memitigasi potensi kerugian yang disebabkan oleh kredit bermasalah.
“Dalam menghadapi kondisi ini, kami tetap mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit. Kami akan terus memperketat proses analisis kredit dan memfokuskan pembiayaan pada sektor-sektor yang lebih stabil, seperti perdagangan besar dan industri pengolahan,” ungkap Hendra Wijaya, Direktur Utama salah satu bank besar di Solo Raya, saat ditemui dalam konferensi pers.
Selain itu, para pelaku industri perbankan juga semakin menekankan pentingnya memperkuat sistem pengawasan dan penilaian risiko agar tidak terjerumus dalam pembiayaan yang berisiko tinggi. Beberapa bank bahkan mulai mengadopsi teknologi untuk mendukung proses penilaian kredit dan memitigasi potensi kerugian.
Proyeksi Ke Depan: Apa yang Bisa Dilakukan?
Meski penurunan kredit perbankan di Solo Raya menjadi perhatian serius, namun OJK dan para pelaku industri tetap optimistis akan adanya pemulihan di masa depan. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan sektor perbankan untuk meningkatkan penyaluran kredit adalah dengan memperkuat kebijakan fiskal yang mendorong pemulihan daya beli masyarakat dan mendorong sektor UMKM untuk lebih mudah mengakses pembiayaan.
Selain itu, sektor perbankan juga diharapkan dapat lebih proaktif dalam menggali potensi sektor-sektor ekonomi baru yang dapat menjadi motor penggerak perekonomian. Adopsi teknologi dalam sistem perbankan, termasuk di sektor digital banking, juga diprediksi akan mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan pembiayaan dengan lebih cepat dan efisien.
“Memang masih ada tantangan, namun dengan langkah yang tepat dan koordinasi yang baik antara pemerintah dan sektor perbankan, kami optimis bahwa penyaluran kredit akan kembali pulih, dan ini akan memberi dampak positif bagi perekonomian daerah dan nasional,” tutup Agung Setiawan dari OJK.
Penurunan penyaluran kredit ini tentu menjadi sinyal bagi pemerintah, perbankan, dan sektor usaha untuk lebih bijaksana dalam mengambil langkah-langkah ke depan. Dengan mengoptimalkan sektor-sektor yang masih menunjukkan potensi, diharapkan perekonomian Solo Raya dapat bangkit kembali.