Hilirisasi Perkebunan Diproyeksi Hasilkan Rp138 Triliun 2027

Selasa, 23 September 2025 | 13:40:31 WIB
Hilirisasi Perkebunan Diproyeksi Hasilkan Rp138 Triliun 2027

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Pertanian menyiapkan langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah komoditas perkebunan nasional melalui program hilirisasi.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan, pemerintah telah menyiapkan anggaran sebesar Rp9,95 triliun guna mendukung produktivitas dan produksi komoditas perkebunan utama, termasuk kelapa, tebu, kopi, kakao, dan lada. Program ini diproyeksikan mampu menghasilkan nilai hilirisasi hingga Rp138,49 triliun pada periode 2025–2027.

Anggaran sebesar Rp9,95 triliun ini berasal dari alokasi anggaran belanja tambahan (ABT) dengan rincian Rp2,54 triliun untuk 2025, Rp5,83 triliun pada 2026, dan Rp1,58 triliun untuk 2027. 

Amran menegaskan, dana ini sudah tersedia dan siap digunakan, tetapi realisasinya tergantung langkah cepat para kepala daerah dalam memanfaatkan anggaran tersebut.

“Kita akan kembalikan Indonesia kejayaan rempah-rempah,” ujar Amran dalam rapat koordinasi percepatan pelaksanaan program hilirisasi komoditas prioritas perkebunan di Kementerian Pertanian. Ia menambahkan, total anggaran sebesar Rp10 triliun itu disiapkan sebagai dorongan bagi daerah untuk segera memanfaatkan dana demi meningkatkan produktivitas perkebunan.

Secara spesifik, anggaran tersebut akan dialokasikan untuk biaya tanam dan benih pada enam komoditas prioritas. Tebu akan ditanam di 200.000 hektare dengan anggaran Rp2,27 triliun, sementara kakao mencakup 248.500 hektare dengan anggaran Rp3,47 triliun. Kelapa mendapatkan alokasi untuk 221.890 hektare senilai Rp1,16 triliun, kopi seluas 99.500 hektare senilai Rp2,16 triliun, mete 50.000 hektare dengan Rp0,54 triliun, dan lada/pala 51.000 hektare senilai Rp0,35 triliun.

“Untuk pertama kita berikan benih bibit gratis untuk 800.000 ha seluruh Indonesia,” tambah Amran. Dengan total lahan yang akan ditanam mencapai 870.890 hektare sepanjang 2025–2027, program ini diharapkan meningkatkan produksi sekaligus membuka peluang ekspor bernilai tinggi.

Kementan memprediksi hasil hilirisasi selama periode tersebut akan mencapai Rp138,49 triliun. Rinciannya, tebu Rp23,2 triliun, kakao Rp67,1 triliun, kelapa Rp5,77 triliun, kopi Rp14,93 triliun, mete Rp2 triliun, serta lada/pala Rp25,5 triliun. Program hilirisasi ini juga diharapkan mampu mengubah Indonesia dari pengekspor bahan mentah menjadi negara yang mengendalikan proses produksi dan nilai tambah komoditas.

Dalam hal kelapa, Amran menekankan peluang besar yang muncul dari pergeseran konsumen global. Permintaan terhadap produk olahan kelapa seperti susu nabati atau virgin coconut oil (VCO) meningkat, sementara kelapa tidak dapat tumbuh di negara-negara Eropa maupun China. “Yang bisa tumbuh [kelapa] adalah Indonesia dan Filipina,” ujarnya. Saat ini, Indonesia mengekspor kelapa ke Malaysia sebanyak 400 ribu ton, namun dengan hilirisasi, nilai ekspor bisa meningkat hingga 100 kali lipat. Nilai rata-rata kelapa pada 2022–2024 tercatat Rp24,92 triliun, dan diproyeksikan melonjak menjadi Rp2.400 triliun dengan hilirisasi penuh.

Amran menekankan pentingnya hilirisasi agar Indonesia tidak lagi mengekspor komoditas mentah. “Intinya adalah jangan biarkan komoditas kita pertanian ke luar negeri tanpa melalui processing, Indonesia pasti kuat,” tegasnya.

Selain meningkatkan nilai ekspor, program ini juga diproyeksikan menyerap tenaga kerja dalam jumlah signifikan. Sepanjang 2025–2027, tanaman tebu diperkirakan menyerap 700.000 orang tenaga kerja, kakao 122.667 orang, kelapa 250.000 orang, dan kopi 312.500 orang. Sementara mete membutuhkan 166.667 orang, serta lada/pala 83.333 orang. Secara keseluruhan, hilirisasi perkebunan ini diperkirakan menyerap 1,63 juta tenaga kerja, sejalan dengan prioritas Presiden Prabowo Subianto untuk menciptakan lapangan kerja baru.

“Dan bisa membuka lapangan kerja 1,6 juta orang. Ini langkah yang terobosan yang luar biasa yang digagas oleh Bapak Presiden,” kata Amran. Dengan target tersebut, pemerintah berharap hilirisasi perkebunan tidak hanya meningkatkan nilai tambah dan ekspor, tetapi juga memberikan dampak sosial signifikan bagi masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja.

Program hilirisasi ini menegaskan komitmen pemerintah untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai pusat rempah dan komoditas unggulan global. Melalui dukungan anggaran, penyediaan bibit, dan pendampingan teknis, Kementan menargetkan peningkatan produksi, kualitas, serta daya saing komoditas perkebunan Indonesia di pasar internasional.

Terkini